Ber “Syafi’i” di negeri “Maliki”
Di antara hal-hal yang menguatkan agama islam di
muka bumi adalah dengan adanya beberapa mazhab raksasa yang berdiri kokoh
ditengah ratusan mazhab kecil yang lain. Di antara beberapa mazhab yang besar
ada Empat mazhab yang memiliki tonggak yang kuat yang masih utuh berdri dengan diakui
eksistensinya oleh umat islam selama ratusan tahun. Mazhab tersebut sudah
dijalankan oleh mayoritas umat islam di berbagai belahan dunia, masing-masing
mazhab tersebut mempunyai basis kekuatan syariah bahkan mampu melahirkan ulama
masyhur yang tidak asing didengar oleh umat islam atau nama-nama ulama ini juga
masyhur dalam khazanah ilmu pengetahuan islam. Ke empat mazhab tersebut adalah Al-Hanafiyah,
Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah, Al-Hanabilah.
Mazhab Syafi’i misalnya, Dinisbatkan kepada
Imam Syafi'i
memiliki penganut sekitar 28% muslim di dunia. Pengikutnya tersebar terutama di
Indonesia,
Turki,
Irak, Syria, Iran, Mesir, Somalia,
Yaman,
Thailand,
Kamboja,
Vietnam,
Singapura,
Filipina,
Sri Lanka
dan menjadi mazhab resmi negara Malaysia dan Brunei.
Kemudian mazhab Maliki, yaitu mazhab yang
didirikan oleh Imam Malik bin Anas bin Abi Amir Al-Ashbahi, mazhab ini
merupakan mazhab yang memiliki total pengikut 25% dari seluruh umat islam di
dunia, mazhab ini dominan di negara-negara Afrika Barat
dan Utara, pada awal mulanya mazhab Maliki berkembang didaerah Madinah,
karena Imam Malik sendiri merupakan seorang ulama yang lahir dan tumbuh besar
di kota Madinah, maka salah satu metodologi istinbath hukum yang
dilakukan Imam Malik adalah dengan melihat amalan penduduk Madinah pada waktu
itu. Imam Malik sangat meyakini bahwa praktek ibadah yang dikerjakan penduduk
Madinah sepeninggal Rasulullah SAW bisa dijadikan dasar hukum, meski tanpa
harus merujuk kepada hadits yang shahih pada umumnya.
Mazhab Maliki ini di anut oleh 99% penduduk
Tunisia. Bagi mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di Tunisia menjaga kesyafi’iyan
merupakan hal yang cukup mengesankan, mengingat bahwa negara Indonesia
merupakan negara yang umat islam nya menganut mazhab Syafi’i. Beberapa mahasiswa
Indonesia yang sedang belajar di negeri Ibnu Kholdun ini pernah ditegur
oleh masyarakat setempat, misalnya kisah dari seorang mahasiswa doktoral yang
ditegur orang-orang sekeliling ketika sedang berwudlu, karena tidak tadlik
saat membasuh tangan. Tadlik adalah menggosok-gosok bagian tubuh yang
menjadi anggota wudhu. Dalam mazhab Maliki, tadlik adalah rukun wudhu’.
Tidak sah wudhu’ tanpa tadlik.
Biasanya jawaban yang keluar dari sebagian
mahasiswa Indonesia ini adalah “Ana Indunisiy, syafi’iyal mazhab” saya
orang Indonesia bermazhab Syafi’i, biasanya ketika orang Tunisia mendengar
jawaban ini urusan selesai mereka langsung memahami. Dalam mazhab Syafi’i menggosok-gosok
anggota wudhu’ tidak termasuk kedalam rukun, dan wudhu’ tetap sah.
Kemudian perbedaan yang cukup menonjol juga
adalah tentang najis nya anjing, menurut imam Malik anjing bukan lah hewan yang
najis, yang najis hanyalah kotorannya, yang dianggap najis Mutawassitoh.
Hal ini merujuk kepada amalan penduduk Madinah pada waktu itu yang mengaggap
anjing tidak najis, dan disamakan dengan hewan peliharaan lainnya seperti
kucing. Maka dengan hal ini kita akan sedikit dikejutkan dengan banyak nya
masyarakat yang memelihara anjing. Tetapi menurut mazhab Syafi’i anjing
merupakan hewan yang najisnya bersifat mutlaq, tidak boleh menyentuhnya. Pendapat
mazhab Syafi’i mengenai kenajisan anjing adalah air liur dan badannya atau
dalam artian lain seluruh anggota tubuh merupakan najis. Oleh karena itu setiap
orang yang menyentuh dan disentuh oleh anjing diwajibkan untuk membasuh anggota
yang terkena yang dianggap najis dengan tujuh kali basuhan, salah satunya
dengan tanah.
Masih banyak cerita lain yang menceritakan
tentang kehidupan seorang “Syafi’i” di negeri “Maliki”.
Tetapi mempelajari fiqih Maliki langsung kepada
para ulama Maliki merupakan hal yang dilakukan oleh mahasiswa Indonesia di
Tunisia yang menjadi bekal bagi mereka tanpa menggeser kesyafi’iyan nya yang
sudah menjadi mazhab utama di negeri tercinta Indonesia.
Tunis Al-Khodro’ 30 Januari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar